Jumat, 22 Januari 2010

Makalah Filsafat Ilmu

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Abad Kontemporer
(Karl Popper, Fayerabend dan Thomas Kuhn)
Oleh : Yulestri Helvidha

A. PENDAHULUAN
Zaman kontemporer dimulai pada abad ke-20 Masehi. Perkembangan ilmu pengetahuan abad ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi kominikasi merupakan salah satu yang mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari ditemukannya computer, internet, satelit komunikasi dan lainnya. Selain itu bidang kedokteran juga mengalami kemajuan. Ilmu fisika juga banyak diperbincangkan pada masa ini.
Para ilmuan abad kontempore mengetahui hal yang sedikit tetapi secara mendalam. Jika pada abad modern muncul beberapa orang tokoh pengembangkan ilmu pengetahuan sepeti Rene Descartes, Immanuel Kant dan sebagainya maka pada abad kontemporer ini juga muncul beberapa tokoh seperti Karl Popper, Fayerabend dan Thomas Kuhn. Dalam makalah ini akan dibahas pemikiran tokoh-tokoh abad kontemporer tersebut.

B. PEMBAHASAN
1. Karl Popper
Karl Raimund Popper dilahirkan pada 28 Juli 1902 di Vienna. Ayahnya Dr. Simond Siegmund Karl Popper yang bekerja sebagai pengacara professional, tapi ia juga tertarik pada karya-karya sastra Yunani-Romawi Kuno dan Filsafat. Ibunya menanamkan ketertarikannya pada musik hingga ia sempat ingin mengambil karir di bidang ini.
Pada tahun 1918 ia mendaftar di University of Vienna. Namun ia baru menjadi mahasiswa formal di sana pada tahun 1922 karena sebelumnya ia mengambil pengujian matrikulasi yang lain selama 4 tahun. Setelah perang dunia I dimana begitu banyak penindasan dan pembunuhan maka Popper terdorong untuk menulis sebuah karangan tentang kebebasan. Di usia 17 tahun ia menjadi anti Marxis karena kekecewaannya pada pendapat yang menghalalkan segala cara dalam melakukan revolusi termasuk pengorbanan jiwa. Dimana saat itu terjadi pembantaian pemuda yang beraliran sosialis dan komunis dan banyak dari teman-temannya yang terbunuh
Semenjak tahun 1920, panggung filsafat ilmu pengetahuan dikuasai oleh aliran Positivisme Logis. Di mata aliran ini persoalan-persoalan ilmiah harus dipecahkan dengan teknik-teknik logika matematika. Ilmu pengetahuan sendiri dirumuskan dan diuraikan sebagai kulkasi aksiomatis, yang memberi perangkat-perangkat pada interprestasiterhadap observasi yan terbatas. Filsafat ilmu pengetahuan dipandang sebagai logika ilmu. Pandangan semacam itu menguasai dan diterima lusa oleh para filsufilmu pengetahuan pada zaman itu. Penerimaan secara luas ini membuat pandangan semacam itu oleh Frederick Suppe disebut the Received View.
Munculnya Karl Raimund Popper menandai babak baru dan sekaligus merupakan masa transisi bagi suatu zaman yang kemudian disebut zaman filsafat ilmu pengetahuan baru. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, lewat teori flasifikasinya Popper menjadi orang pertama yang meruntuhkan dominasi aliran Positivisme Logis dari lingkungan Wina. Kedua , lewat pendapatnya tentang berguru pada ilmu-ilmu, Popper mengintroduksikan suatu zaman filsafat ilmu pengetahuan baru yang dirintis oleh Thomas Samuel Kuhn.
Popper menentang lingkungan Wina terutama dalam distingsi antara ungkapan yang disebut meaningful dan meaningless secara empiris. Oleh Popper distingsi itu diganti dengan apa yan disebut garis batas (demarcation) antara ungkapan yang ilmiah dan yang tidak ilmiah. Sebagai ganti asas pembenaran, Popper menyodorkan prinsip falsifiabilitas, artinya ciri utama pengetahuan ilmiah adalah dapat dibuktikan salah. Dengan begitu Popper dianggap berhasil memberikan pemecahan bagi masalah induksi. Dengan itu pula, Popper serentak mengubah seluruh pandangan tradisional atau the Received View yang dipegang oleh Lingkungan Wina. Bila cara kerja ilmu pengetahuan tradisional didasarkan pada prinsip verifikasi, dasar yang diajukan Popper adalah prinsip falsifiabilitas, suatu cita-cita yang sebenarnya diimpikan oleh para ilmuan tradisional yakni mendasarkan cara kerja ilmu-ilmu emperis pada deduktif yang ketat.
Pendapat Popper tentang berguru pada sejarah ilmu-ilmu mengintroduksi zaman filsafat ilmu pengetahuan baru. Popper menegaskan bahwa cara kerja (berdasarkan prinsip falsifiabilitas) itu paling nampak dalam sejarah ilmu-ilmu. Selanjutnya dikatakan bahwa semua pengetahuan manusia bisa difalsifikasikan. Jika tidak demikian, ilmu pengetahuan telah merosot menjadi ideologi tertutup dari segala kritik dan pembaharuan.
Ketidaksetujuan Popper terhadap gagasan dan cara kerja aliran positivisme logis, mendorong Popper mengemukakan beberapa prinsip dalam menerangkan esensi dari rasionalisme kritisisme. Prinsip tersebut antara lain adalah:
1. Kritik terhadap induktivisme
Ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh cara kerja positivisme logis menggunakan cara berfikir yang induktif. Cara berfikir itu berangkat dari singular statement sebagai hasil observasi pengalaman, menuju universal statement yang berupa hipotesis atau teori. Menurut klaim dari positivisme logis, metode induktif merupakan logika dalam menemukan ilmu pengetahuan (the logic of scientific discovery). Menurut argumentasi Popper, metode induktif tidak dapat dipergunakan untuk menyusun universal statement.
2. Falsifikasi
Pernyataan dan teori yang diperoleh melalui empiris atau positivisme logis pada akhirnya mutlak harus disimpulkan apakah pernyataan dan teori tersebut benar atau salah. Artinya pernyataan atau teori tersebut harus memiliki kesimpulan akhir. Untuk mencapai kendisi tersebut, pernyataan dan teori perlu ditest melalui bukti empiris. Jika hasil tesnya menunjukkan bahwa teori tersebut benar maka disebut verifiability. Sebaliknya jika salah maka disebut falsiability. Tes untuk membuktikannya salah disebut falsifikasi. Dengan demikian system tes dalam ilmu pengetahuan tidak selalu berarti positif (membuktikan benar) tetapi juga harus berarti negative (membuktikan salah).
Menurut Popper, ciri khas ilmu pengetahuan adalah falsifiable, artinya harus dapat dibuktikan salah melalui proses falsifikasi karena menurutnya dengan demikian ilmu pengetahuan dapat mengalami proses pengurangan kesalahan (error elimination).
3. Corroboration
Menurut Popper, teori tidak dapat diverfikasi tapi dapat dikoroborasi. Hal ini disebabkan karena teori tidak dapat dikatakan benar atau salah tapi mungkin benar atau mungkin salah. Diawali system ilmu yang terbuka, maka proses falsifikasi terhadap suatu teori dapat terus dilakukan. Apabila suatu teori tahan uji atau belum dapat dibuktikan salah maka teori tersebut semakin dikukuhkan atau corroborated.
Dengan demikian Popper adalah penganut paham Rasionalisme Kritisisme yang mengkritik paham Positifisme logis. Menurutnya prinsip ilmu pengetahuan tidak hanya bisa dibuktikan keberannya namun juga bisa dibuktikan salahnya dengan metode falsifikasi. Karena menurutnya hal itu akan membawa kepada perkembangan ilmu pengetahuan sehingga tidak menghasilkan ilmu pengetahuan yang baku dan tertutup dari kritik.


2. Fayerabend
a. Biografi dan perjalanan menjadi seorang anarkis
Paul Karl Feyerabend dilahirkan tahun 1924 di Wina, Austria. Masa mudanya dihabiskan dengan belajar teater, seni suara dan sejarah teater. Tahun 1945 ia belajar seni suara teater, dan sejarah teater di Institute for Production of Theater, the Methodological Reform of the German di Weimar. Sepanjang hidupnya ia menyukai drama dan kesenian.
Ia belajar Astronomi, Matematika, Sejarah, dan memperoleh gelar Doctor dalam bidang Fisika di Wina. Kalau ia mengingat masa itu, ia menggambarkan diri sebagai seorang rasionalis. Artinya, ia percaya bahwa ilmu pengetahuan itu paling hebat dan didalamnya terdapat hukum-hukum universal yang berlaku dalam segala tindakan yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
Ia hidup pada masa perang dunia II. Setelah perang dunia II selesai tahun 1946 ia menerima beasiswa untuk belajar menyanyi dan manajemen di Weimar. Tahun 1947 ia kembali ke Wina untuk belajar sejarah dan sosiologi di Universitas Wina. Tak lama kemudian ia pindah ke jurusan Fisika dan berhasil menerbitkan makalah tentang ilustrasi fisika modern. Setelah belajar sains ia mengambil jurusan filsafat untuk tesis doktoralnya. Minatnya yang tinggi terhadap filsafat keilmuan membuatnya dikenal sebagai filosof ilmu pengetahuan.
Karir intelektualnya dimulai dengan pertemuannya dengan Karl Popper ketika ia mengikuti seminar-seminar filsafat dari Karl Raimund Popper di London. Waktu itu ia masih tetap berpegang pada keyakinan rasionalismenya, malahan ia berpendapat bahwa perkenalannya dengan Popper memperteguh keyakinannya itu.
Pada tahun 1953, ia menjadi pengajar di Bristol. Tahun-tahun berikutnya mengajar Estetika, Sejarah Ilmu Pengetahuan dan Filsafatdi Austria, Jerman, Inggris, Selendia Baru dan Amerika Serikat. Pada tahun-tahun itu ia mulai mengalami pertobatan pemikiran akibat perkenalannya dengan Imre Lakatos yang meniupkan pemikiran-pemikiran anarkis terhadapnya. Dalam pertobatannya itu ia melihat bahwa dalam sejarah makanika kuantum, bermacam patokan telah dilanggar, dan anehnya patokan itu dijunjung tinggi oleh para filosof bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Tahun 1958 ia menjadi guru besar Universitas California di Berkeley, tempat ia masih mengajar sampai sekarang. Tahun 1964-1965 pertobatannya dipercepat karena keraguannya terhadap kegunaan system pendidikan intelektualistis di tempat ia mengajar. Puncak pemikiran anarkisnya tertuang dalam Against Methode yang terbit tahun 1970.

b. Anarkisme dalam Ilmu Pengetahuan
1) Pengertian Anarkisme
Istilah anarkisme yang dimaksud oleh Fayerabend adalah anarkime epistemologis. Anarkisme Epistemologis dipertentangkan dengan anarkisme politis dan religius. Dikatakannya apabila anarkisme politis berarti suatu perlawanan terhadap segala bentuk kemapanan (kekuasaan, Negara, institusi dan ideology-ideologi yang menopangnya), mungkin anarkisme epistemologis tidak selalu punya loyalitas ataupun permusuhan terhadap institusi-institusi itu.
Dalam posisi seperti itu anarkisme epistemologis tidak juga disebut skeptisisme. Dikatakannya, jika skeptisisme berpendapat bahwa suatu pandangan bisa benar dan bisa salah atau bisa terjadi tidak ada penilaian. Namun anarkisme epistemologis tidak segan atau malu mempertahankan suatu pandangan yang dianggap sudah basi.
2) Anarkisme sebagai kritik atas Ilmu pengetahuan
Seluruh pemikiran Fayerebend yang diberi nama anarkisme epistemologis merupakan suatu kritik. Ia mengkritik ilmu dari dua sisi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pertama ia mengkritik tubuh ilmu pengetahuan yakni metodanya yang diberi nama Against Method. Kedua ia mengkritik praktek ilmiah dan fungsi dan kedudukan ilmu pengetahuan dalam kedudukan masyarakat yang disebut dengan Against Sainsce.

3. Thomas Kuhn
a. Biografi Thomas Kuhn
Thomas S. Kuhn lahir di Colorado Spring tahun 1902 dalam keluarga religius dan intelektualis, ayahnya pendeta sekaligus profesor yang kemudian menjadi rector di Perguruan Tinggi kecil. Tahun 1924 mendapat gelar Sarjana Muda pada Universitas Amherst dan menyiapkan disertasi di London School of Economics. Parsons mengajar di Heidelberg dan Harvard tahun 1927.
Tahun 1937 Thomas S. Kuhn menerbitkan The Structure of social Action dan menjadi Kajur Sosiologi Harvard tahun 1944 serta tahun 1946 mendirikan Departemen Hubungan Sosial. Dengan diterbitkannya The Social System tahun1951.Thomas S. Kuhn menjadi tokoh dominan sosiologi Amerika. Tahun 1960-an Thomas S. Kuhn mendapat serangan kaum sayap kiri radikal karena dianggap terlalu konservatif dan teorinya sulit dipahami. Thomas S. Kuhn meninggal tahun 1979, tapi teorinya kembali dominan tahun 1980-an.
Thomas Samuel Kuhn mula-mula meniti karirnya sebagai ahli fisika, tetapi kemudian mendalami sejarah ilmu. Lewat tulisannya, The Structure of Scientific Revolutions (1962), ia menjadi seorang penganjur yang gigih yang berusaha meyakinkan bahwa titik pangkal segala penyelidikan adalah berguru pada sejarah ilmu. Sebagai penulis sejarah dan sosiolog ilmu Kuhn mendekati ilmu secara eksternal. Kuhn dengan mendasarkan pada sejarah ilmu, justru berpendapat bahwa terjadinya perubahan-perubahan yang berarti tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris untuk membuktikan salah (falsifikasi) suatu teori atau system, melainkan berlangsung melalui revolusi-revolusi ilmiah. Dengan kata lain, Kuhn berdiri dalam posisi melawan keyakinan yang mengatakan bahwa kemajuan ilmu berlangsung secara kumulatif. Ia mengambil posisi alternatif bahwa kemajuan ilmiah pertama-pertama bersifat revolusioner. Secara sederhana yang dimaksud dengan revolusi ilmiah oleh Kuhn adalah segala perkembangan non kumulatif di mana paradigm yang terlebih dahulu ada (lama) dig anti dengan tak terdamaikan lagi, keseluruhan ataupun sebagian dengan yang baru.
Gagasannya yang sangat radikal dan progresif tersebut kiranya berasal dari pengalaman ilmiah yang pernah dihadapinya sendiri. Pada tahun 1947 Kuhn diminta untuk mengajar mekanika klasik abad ke 17, maka kemudian ia membaca mekanika Aristotelian yang melatar belakangi perkembangan mekanika Galilei dan Newton. Dia sangat heran dan sering tidak percaya bahwa mekanika Aristotelian inilah yang mendasari lahirnya mekanika Galilei dan Newton yang sangat termasyhur abad ke 17, Karena ia melihat betapa mekanika Aristoteles itu mengandung begitu banyak kesalahan-kesalahan. Pengalaman inilah yang menjadi cikal bakal yang memunculkan gagasannya mengenai revolusi ilmiah. Revolusi ilmiah dimengerti oleh Kuhn sebagai episode-episode perkembangan non kumulatif dimana paradigma yang lama digantikan seluruhnya atau sebagian oleh paradigma baru yang tidak dapat didamaikan dengan paradigma sebelumnya.

b. Paradigma Ilmu Pengetahuan Menurut Thomas Kuhn
Menurut Kuhn ilmu bergerak melalui tahapan-tahapan yang berpuncak pada kondisi normal dan kemudian “membusuk” karena telah digantikan oleh ilmu atau paradigma baru. Demikian selanjutnya Paradigma baru mengancam paradigm lama yang sebelumnya juga menjadi paradigm baru.
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama yang kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Kuhn dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution pada tahun 1962. Munculnya buku tersebut banyak mengubah persepsi orang terhadap apa yang dinamakan ilmu. Jika sebagian orang mengatakan bahwa pergerakan ilmu itu bersifat linier-akumulatif, maka tidak demikian halnya dalam penglihatan Kuhn.
Thomas Kuhn berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat revolusioner, bukan kumulatif. Revolusi ilmiah ini pertama-tama menyentuh wilayah paradigma, yaitu cara pandang terhadap dunia. Menurutnya cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan dalam tahap-tahap sebagai berikut:
1) Paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktifitas ilmiah dalam masa ilmu normal. Disini para ilmuan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan paradigma sebagai model ilmiah yang digelutinya secara rinci dan mendalam. Dalam tahap ini para ilmuan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktifitas ilmiahnya. Selama menjalankan aktifitas ilmiah para ilmuan menjumpai berbagai fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang dipergunakan sebagai bimbingan aktifitas ilmiahnya, ini dinamakan anomaly. Yaitu suatu keadaan yang memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan dengan paradigma yang dipakai.
2) Menumpuknya anomaly menimbulkan krisis kepercayaan para ilmuwan terdahap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan.
3) Para ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bisa memecahkan masalah dan membimbing aktifitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari paradigma lama de paradigma baru inilah yang dinamakan dengan revolusi ilmiah.
Tampilnya Thomas Kuhn, sebagai generasi setelah Popper, memulai zaman baru. Zaman itu biasa disebut filsafat ilmu pengetahuan baru. Tokoh-tokoh yang disebut bersama Kuhn adalah Paul Karl Feyerbend, N.R. Hanson, Robert Palter dan Stephen Toulim. Mereka ini disebut sebagai generasi filsafat ilmu pengetahuan baru karena mempunyai perhatian besar terhadap sejarah ilmu pengetahuan dan peranan sejarah ilmu pengetahuan bagi penyusunan filsafat ilmu pengetahuan yang mendekati kenyataan ilmu yang sesungguhnya..







C. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari pembahasan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan :
1. Karl Popper adalah penganut paham Rasionalisme Kritisisme yang mengkritik paham Positifisme logis. Menurutnya prinsip ilmu pengetahuan tidak hanya bisa dibuktikan keberannya namun juga bisa dibuktikan salahnya dengan metode falsifikasi. Karena menurutnya hal itu akan membawa kepada perkembangan ilmu pengetahuan sehingga tidak menghasilkan ilmu pengetahuan yang baku dan tertutup dari kritik
2. Feyerabend adalah pembawa paham anarkisme. Ia melihat bahwa dalam sejarah makanika kuantum, bermacam patokan telah dilanggar, dan anehnya patokan itu dijunjung tinggi oleh para filosof bagi perkembangan ilmu pengetahuan
3. Thomas Kuhn berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat revolusioner atau yang dikenal dengan istilah revolusi ilmiah. Menurut Kuhn ini merupakan episode-episode perkembangan non kumulatif dimana paradigma yang lama digantikan seluruhnya atau sebagian oleh paradigma baru yang tidak dapat didamaikan dengan paradigma sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar