Selasa, 23 Maret 2010

makalah Sosio-Psikolinguistik

MUNCULNYA BAHASA MANUSIA
نشأة اللغة عند الإنسان
A. PENDAHULUAN
Sebagai alat interaksi verbal, bahasa dapat dikaji secara interbal maupun eksternal. Secara internal kajian dilakukan terhadap struktur internal bahasa yang meliputi struktur fonologi, morfologi, sintaksis dan semantic. Kajian secara eksternal berkaitan dengan hubungan bahasa dengan hal-hal di luar aspek bahasa seperti factor sosial, psikologi, etnis dan sebagainya.
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia , selain berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu tidak hanya berlangsung secara mekanistik namun juga berlangsung secara mentalistik. Artinya kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan kegiatan mental (otak).
Dalam makalah ini penulis akan mencoba membahas beberapa hal yang berkaitan dengan bahasa dan proses pemerolehan bahasa. Seperti teori-teori munculnya bahasa manusia, kaitannya dengan otak, membaca dengan menggunakan kedua belah otak, gangguan berbahasa serta hipotesis tentang pemerolehan bahasa.

B. PEMBAHASAN
1. Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Pakar linguistic mendefinisikan bahasa sebagai satu system lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Pendapat Abdul Chaer dan Leoni Agustina dalam buku Sosiolinguistik sedikit berbeda dengan pendapat sebelumnya, ia mengatakan bahwa bahasa adalah sebuah system lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi. Rusydi Ahmad Tho’imah berpendapat bahwa bahasa adalah kumpulan rumus atau lambang suara yang teratur, diketahui maknanya oleh setiap orang yang berbudaya yang digunakan sebagai alat komunikasi satu sama lainnya.
Defenisi diatas menyiratkan fungsi bahasa yaitu sebagai alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam hal ini Wardhaugh seorang pakar sosiolinguistik sebagaimana dikutip oleh Abdul Chaer mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia baik lisan maupun tulisan. Namun fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar yaitu disebut fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi dan fungsi entertainment.
Jika diuraikan kelima fungsi diatas maka akan terlihat bahwa fungsi ekspresi melahirkan ungkapan-ungkapan bathin yang ingin disampaian seorang penutur kepada orang lain. Seperti rasa kagum, benci, marah dan lain-lain. Fungsi informasi untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Fungsi eksplorasi untuk menjelaskan suatu hal, perkara dan keadaan. Fungsi persuasi untuk mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Fungsi entertainment untuk menghibur atau menyenangkan hati orang lain.
Dari uraian diatas diketahui bahwa fungsi bahasa yang utama adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain. Baik melalui lisan ataupun tulisan. Namun jika dilihat dari kebiasaan kita sehari-hari, bahasa lisan atau langsung lebih mudah dipahami daripada bahasa tulis. Karena raut wajah dan tekanan suara seorang pengucap mempengaruhi maksud yang sebenarnya dari ucapan tersebut. Tidak jarang kita temukan kesalah pahaman dalam memahami suatu ungkapan hanya karena kesalahan dalam meletakkan penekanan pada bahasa tulisan.

2. Teori tentang Munculnya Bahasa Manusia
Konsen para peneliti terhadap bahasa telah dilakukan sejak lama. Bahkan sejak bahasa itu mulai ada. Hal itu karena bahasa merupakan alat pokok untuk bersosialisasi bagi menusia. Sebab lain juga karena bahasa adalah keistimewaan yang diberikan Allah bagi manusia. Secara lebih detail penelitian terhadap bahasa dilakukan setelah adanya tulisan atau aktifitas menulis. Namun secara ilmiah baru dilakukan belakangan. Pandangan masing-masing orang terhadap bahasa berbeda-beda. Ada yang melihat dari sisi sosial, budaya dan juga agama. Pertentangan itu semakin terlihat pada abad pertengahan yang ditandai dengan munculnya aliran atau pendapat mereka tentang bahasa. Diantaranya:
a. Bahasa sebagai Wahyu/Ilham dari Allah
Kelompok yang mengatakan bahwa bahasa merupakan ilham dari Allah adalah Ibnu Faris dan pengikutnya. Menurut mereka Allah menciptakan segala sesuatunya dengan memberikan inspirasi kepada Adam agar memberi nama setiap benda yang dilihatnya. Dalil yang memperkuat pendapat mereka adalah firman Allah surat al-Baqarah ayat 31.



Menurut Ibnu Abbas, nama-nama yang diajarkan kepada Adam tersebut adalah nama-nama diketahui manusia seperti nama hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.


b. Bahasa sebagai Peniruan dari Alam
Istilah lain yang dipakai untuk teori ini ialah Bow-bow. Teori ini berpendapat bahwa munculnya bahasa berasal dari peniruan terhadap suara alam, seperti suara hewan, suara indahnya pemandangan alam. Kemudian diikuti oleh gerak anggota tubuh ketika merespon suara tersebut dan akhirnya berkembang hingga melahirkan lafadz-lafadz yang menjadi makna bagi suara alam tersebut.
c. Bahasa adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir
Teori ini berpendapat bahwa bahasa manusia adalah fitrah yang sudah diberikan Allah sejak lahir. Sama halnya dengan keinginan seorang anak untuk berbicara adalah bawaan bukan melalui paksaan atau karena bantuan sarana atau dibantu oleh alat apapun.

3. Hipotesis tentang Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika ia memperolah bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa dibedakan dengan pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa terkait dengan proses seorang anak memperoleh bahasa keduanya setelah ia memperoleh bahasa pertamanya/bahasa ibunya.
a. Hipotesis Nurani
Hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan oleh para pakar terhadap pemerolehan bahasa kanak-kanak. Diantara hasil pengamatan itu ialah:
1) Semua anak yang normal akan memperoleh bahasa ibunya asal saja ia diperkenalkan terhadap bahasa tersebut
2) Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan kecerdasan anak
3) Kalimat-kalimat yang didengar anak-anak sering tidak gramatikal, tidak lengkap dan jumlahnya sedikit
4) Bahasa tidak diajarkan kepada makhluk lain selain manusia
5) Proses pemerolehan bahasa oleh kanak-kanak dimanapun sesuai dengan jadwal yang erat kaitannya dengan proses pematangan jiwa kanak-kanak
6) Struktur bahasa rumit, kompleks dan bersifat universal. Namun dapat dikuasai anak-anak dalam waktu yang singkat, yaitu dalam waktu antara 3-4 tahun.
Dari pengamatan diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis nurani adalah hipotesis yang menyatakan bahwa sejak lahir manusia sudah dilengkapi dengan alat yang memungkinkan dia dapat berbahasa dengan mudah dan cepat tanpa dipengaruhi oleh kecerdasan otak atau lainnya.
b. Tabularasa
Tabularasa secara harfiah berarti kertas kosong dalam arti belum diisi apa-apa. Hipotesis ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong yang nanti akan diisi dan ditulis dengan pengalaman-pengalaman.
c. Kesemestaan Kognitif
Hipotesis ini diperkenalkan oleh Pieget. Menurutnya bahasa merupakan satu bagian dari perkembangan kognitif yang diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor melalui interaksi dengan benda atau orang-orang yang ada di sekitarnya.

4. Aspek Neurologi Bahasa
a. Fungsi Kebahasaan Otak
Otak manusia terdiri dari dua hemisfer (belahan). Yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan da dihubungkan dengan korpus kolosum. Kedua hemisfer otak mempunyai peranan yang berbeda pada fungsi kortikal. Fungsi bicara bahasa dipusatkan pada hemisfer kiri bagi orang yang tidak kidal (cekat tangan kanan, right-handed). Hemisfer kiri ini disebut juga hemisfer dominan bagi bahasa, dan korteksnya dinamakan korteks bahasa. Hemisfer dominan atau superior secara morfologis memang agak berbeda dari hemisfer yang tidak dominan atau inferior. Hemisfer dominan lebih berat, lebih besar girusnya dan lebih panjang. Hemisfer kiri yang terutama mempunyai arti penting bagi bicara bahasa, juga berperan untuk fungsi memori yang bersifat verbal (verbal memori). Sebaliknya, hemisfer kanan penting untuk fungsi emosi, lagu isyarat (gesture), baik yang emosional maupun verbal.
Meskipun hemisfer kiri dominan untuk fungsi bicara bahasa, tetapi tanpa aktifitas hemisfer kanan, maka pembicaraan seseorang akan menjadi monoton, tak ada prosodi, tak ada lagu kalimat, tanpa menampakkan adanya emosi, dan tanpa disertai isyarat-isyarat bahasa. Secara lengkap fungsi-fungsi apa saja yang dimiliki wilayah-wilayah otak hemisfer kiri dan kanan disajikan pada gambar 1.
Pada tahun 1848 Phineas Gage, seorang pekerja jalan kereta api dinegara bagian Vermount, Amerika Serikat, akibat ledakan bagian depan kepalanya lemparan balok bantalan rel, dan mencederainya. Saat itu dikabarkan, Gage yang terkena lemparan balok itu tidak akan sembuh. Namun sebulan kemudian ternyata dia sembuh, dan dapat bekerja kembali ; dan tidak terdapat kerusakan pada indra penglihatan maupun pengucapannya. Dia tetap dapat berbicara dengan lancar. Berdasarkan peristiwa yang dialami Phineas Gage ini dapat disimpulkan bahwa daerah kemampuan berbahasa tidak terletak dibagian depan otak.
Pada tahun 1861, seorang ahli bedah Perancis, Paul Broca menemukan seorang pasien yang tidak dapat berbicara, hanya dapat mengucapkan “tan-tan”. Kemudian setelah pasien itu meninggal dan dibedah ditemukan kerusakan otak di daerah frontal, yang kemudian daerah itu disebut daerah Broca, sesuai dengan namanya sebagai penemu. Jadi, kerusakan pada daerah Broca itu menyababkan seseorang mendapatkan kesulitan dalam menghasilkan ujaran.
Broca juga melaporkan bahwa kerusakan pada daerah yang sama pada hemisfer kanan tidak menimbulkan pengaruh yang sama. Artinya, pasien yang mendapat kerusakan yang sama pada hemisfer kanan tetap dapat menghasilkan ujaran secara normal. Penemuan ini menjadi dasar teori bahwa kemampuan bahasa terleta dibelahan atau hemisfer kiri otak dan daerah Broca berperan penting dalam proses atau perwujudan bahasa.
Pada tahun 1873 seorang dokter Jerman, Carl Wernicke menemukan kasus pasien yang mempunyai kelainan wicara, yakni tidak mengerti maksud pembicaraan orang lain, tetapi masih dapat berbicara sekadarnya. Penyebabnya, menurut Wernicke, setelah dibedah, terdapat kerusakan otak pada bagian belakang (temporalis), yang kemudian disebut daerah Wernicke, sesuai dengan namanya sebagai penemu. Berdasarkan penemuan itu diakui bahwa daerah Wernicke berperan penting dalam pemahaman ujaran. Penemuan ini memperkuat teori bahwa letak kemampuan bahasa di belahan kiri otak.
Satu daerah lagi yang terlibat dalam proses ujaran adalah daerah korteks ujaran superior atau daerah motor suplementer. Bukti bahwa daerah itu dilibatkan dalam artikulasi ujaran fisik berasal dari ahli bedah saraf, Penfield dan Robert, yang melakukan penelitian dengan teknik ESB ( Electical Stimulation of Brain). Dengan bantuan arus listrik keduanya dapat mengidentifikasikan daerah-daerah otak yang mempengaruhi rangsangan listrik. Daerah-daerah yang terkena rangsangan listrik itu mempengaruhi hasil ujaran secara normal. Karena daerah motor suplementer itu berdekatan dengan celah yang digunakan untuk mengendalika gerak listrik, yakni menggerakkan tangan, kaki, lengan, dll, daerah itu juga mengendalikan penghasilan ujaran.
Berdasarkan keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa ujaran didengar dan difahami melalui daerah Wernicke pada hemisfer kiri; lalu isyarat ujaran itu dipindahkan kedaerah broca untuk menghasilkan balasan ujaran itu. Kemudian sebuah isyarat tanggapan ujaran itu dikirimkan ke dalam motor suplementer untuk menghasilkan ujaran secara fisik.
Hasil penelitian tentang kerusakan otak oleh Broca dan Wernicke serta penelitian Penfield dan Robert mengarah pada kesimpulan bahwa hemisfer kiri dilibatkan dalam hubungannya dengan fungsi bahasa. Krashen (1977) mengemukakan lima alasan yang mendasari kesimpulan itu. Kelima alasan itu adalah berikut ini
1. Hilangnya kemampuan berbahasa akibat kerusakan otak sering disebabkan oleh kerusakan jaringan saraf hemisfer kiri daripada hemisfer kanan.
2. Ketika hemisfer kiri dianestesi kemampuan barbahasa hilang; tetapi ketika hemisfer kanan dianestesia kemampuan berbahasa itu tetap ada.
3. Sewaktu bersaing dalam menerima masukan bahasa secara bersamaan dalam tes dikotik, ternyata telinga kanan lebih unggul dalam ketepatan dan kecepatan pemahaman daripada telinga kiri. Keunggukan telinga kanan itu karena hubungan antara telinga kanan dan hemisfer kiri lebih baik dari pada hubungan telinga kiri dengan hemisfer kanan.
4. Ketika materi bahasa diberikan melalui penglihatan mata kanan dan mata kiri, maka ternyata penglihatan kanan lebih cepat dan lebih tepat dalam menangkap materi bahasa itu daripada penglihatan kiri. Keunggulan penglihatan kanan itu karena hubungan antara penglihatan kanan dan hemisfer kiri lebih baik daripada hubungan penglihatan kiri dan hemisfer kanan.
5. Pada waktu melakukan kegiatan berbahasa baik secara terbuka maupun tertutup, hemisfer kiri menunjukkan kegiatan elektris lebih hebat daripada hemisfer kanan. Hal ini diketahui melalui analisis gelombang otak. Hemisfer yang lebih aktif lebih sedikit dalam menghasilkan gelombang alpha.

b. Teori Lateralisasi
Teori lateralisasi ialah teori yang mengatakan bahwa belahan korteks dominan (hemisfer kiri) bertanggung jawab untuk mengatur penyimpanan pemahaman dan produksi bahasa ilmiah. Banyak pakar pikologi yang meragukan teori laterarisasi, bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada pada hemisfer kiri. Mereka berpendapat bahwa seluruh otak bertanggung jawab dan terlibat dalam proses pemahaman dan produksi bahasa. Pendapat ini dalam psikologi disebut “holisme”. Namun demikian, dari bukti-bukti eksprimental yang dilakukan terhadap otak yang normal (bukan otak yang rusak seperti yang dilakukan Broca dan Wernicke), kebenaran teori lateralisasi itu bisa dipertimbangkan.
c. Teori Lokalisasi
Teori lokalisasi atau yang lazim disebut pandangan lokalisasi (localization view) berpendapat bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada di daerah Broca dan daerah Wernicke. Teori ini juga membuktikan bahwa lokalisasi pusat-pusat bahasa terletak pada hemisfer kiri.

d. Keistimewaan Otak Wanita
Pendapat Steinberg yang dikutip oleh Soejono Dardjowidjojo mengatakan bahwa ada perbedaan antara otak pria dan wanita yaitu dalam hal bentuknya hemisfer kiri otak wanita lebih tebal daripada hemisfer kanan. Hal inilah yang menyebabkan kelas jurusan bahasa biasanya lebih didominasi oleh wanita.
Pada penemuan mutakhir di bidang Neurologi menegaskan bahwa otak wanita berfungsi secara berbeda dengan otak pria dan perbedaan itu membuat wanita lebih unggul. Keunggulan tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal berikut:
1) Otak wanita lebih seimbang
DR. Raquel Gur, Psikiater dari Universitas California mengatakan bahwa memang tidak ada seorang ahli pun yang bisa menyodorkan kesimpulan apa arti perbedaan fisik otak wanita dan pria. Namun yang jelas meskipun otak wanita melakukan pekerjaan yang sama namun cara kerjanya berbeda. Asumsi perbedaan cara kerja otak wanita tersebut dapat dikukuhkan oleh perbedaan sel-sel saraf atau neuron otak wanita lebih kaya dibanding otak pria. Misalnya kesan “cerewet” yang melekat pada wanita mengandung arti bahwa wanita mempunyai kemampuan verbal yang tinggi, ternyata dapat dilacak sampai ke otaknya. Daerah otak wanita yang mengurus kemampuan kognitif tingkat tinggi (termasuk kemampuan berbahasa) lebih banyak neuronnya dibanding dengan daerah yang sama pada otak pria.
Selain itu kanak-kanak perempuan lebih cepat pandai bicara, membaca dan jarang mengalami gangguan belajar. Penggunaan otak kiri dan otak kanan secara serempak membuat wanita dewasa lebih lincah dalam soal verbal dibandingkan pria. Terbukti bahwa dalam waktu yang sama wanita sanggup menyebutkan huruf lebih banyak dan lebih cepat mengingat huruf daripada pria. Begitu pula jika wanita terserang stroke atau cidera otak, kemampuan berbahasanya tidak terlalu terganggu dan kalaupun terganggu akan lebih cepat pulih dibandingkan dengan otak pria.
Dari beberapa bukti diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan wanita dalam menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan lebih kuat dibanding pria. Sering kita temukan dalam kehidupan kita sehari-hari terutama para guru bahwa anak perempuan lebih mudah focus pada pelajaran dibandingkan anak laki-laki yang lebih cepat bosan dan mudah terganggu dengan kondisi lain diluar kegiatan belajar. Contoh lain juga wanita cenderung suka mengungkapkan perasaannya dalam bentuk tulisan seperti menulis di diary. Kemampuan mengekspresikan perasaannya itu dikontrol oleh otak bagian kanan sedangkan kemampuannya membahasakan kembali apa yang ia rasakan tadi berada pada otak sebelah kiri.
2) Otak wanita lebih tajam
Ketajaman otak wanita menurut DR. Thomas Crook yang dikutip dalam buku Psikolinguistik karangan Abdul Chaer dapat dilihat dari beberapa hal. Setelah dilakukan pengujian indra, indra penglihatan wanita lebih tajam daripada pria meski yang lebih banyak memakai kaca mata adalah wanita. Penglihatan wanita mulai menurun memasuki usia 35-44 tahun sedangkan pria pada usia 45-54 tahun. Pria juga lebih tidak tahan terhadap sinar terang dibanding wanita.
Pada indra pendengaran wanita juga lebih tajam dibanding pria. Maka tidak mengherankan jika pada malam hari wanita lebih cepat terbangun ketika mendengar tangisan bayi dibanding laki-laki. Pendengaran wanita mulai berkurang menjelang usia 60 tahun sedangkan pria menjelang usia 50 tahun.Dari segi daya ingat, wanita juga cenderung lebih mudah mengingat secara detail suatu kejadian dibanding laki-laki. Hal itu terjadi karena wanita punya cara unik untuk menyimpan memorinya yaitu dengan cara mengaitkannya dengan perasaan dan emosinya (hemisfer kanan).
Bukti-bukti diatas semakin memperkuat bahwa otak wanita lebih tajam daripada pria. Bukti lain yang penulis temukan juga bahwa wanita cenderung susah melupakan pengalaman yang sangat menyentuh perasaannya. Hal itu sering ia ungkapkan kembali melalui bahasa tulisan seperti diary, puisi, lirik lagu dan sebagainya.


3) Lebih awet dan lebih selektif
Ruben Gur sebagaimana dikutip dalam buku Psikolinguistik karangan Abdul Chaer mengatakan bahwa otak pria mengerut lebih cepat dibanding otak wanita meskipun sebenarnya otak pria lebih besar dibanding otak wanita. Hal itu terlihat ketika keduanya sama-sama memasuki usia 40 tahun, bagian depan otak pria menyusut sehingga besarnya menjadi sama dengan otak wanita. Hal lain pun juga ikut menyusut seperti daya ingat, konsentrasi dan kesabarannya. Temuan lain adalah pada waktu rileks ada perbedaan dalam system limbic yang mengolah keseluruhan emosi. Rileks pada pria sama dengan mematikan kerja bagian reptilian brain yang memicu ekspresi emosi primitive berupa agresi dan kekerasan. Sedangkan pada wanita rileks sama dengan mematikan bagian yang disebut cingulated gyrus, yaitu bagian yang mengendalikan ekspresi simbolis seperti gerak-gerik dan kata-kata. Dengan kata lain gerak aktif pria cenderung pada gerak fisik seperti berkelahi sedangkan pada wanita lebih banyak pada kata-kata.
Ketiga poin diatas menunjukkan bahwa Allah memberikan kelebihan kepada wanita dalam hal otaknya dari pada pria. Yang paling menonjol menulis penulis adalah kecenderungan wanita lebih mampu menyeimbangkan otak kiri dan otak kanannya dibanding pria. Seorang wanita yang punya watak keras namun disisi lain dia juga mampu menunjukkan kalau dia juga sisi kelembutan yang mudah ia ekspresikan. Namun seorang pria sekalipun juga tidak mengesampingkan otak kanannya namun cenderung lebih susah mengeksperikannya karena pria terkesan lebih mendahulukan logika daripada perasaan atau emosinya.



e. Membaca dengan Kedua Belah Otak
Teori lateralisasi dan lokalisasi yang berpendapat bahwa wilayah-wilayah tertentu dalam otak memiliki fungsi tertentu, seperti ideasi bahasa berada pada hemisfer kiri dan kemapuan berbicara ada pada daerah broca sedangkan kemampuan memahami berada pada daerah Wernicke. Namun Diane Alexander seorang ahli saraf Amerika sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Chaer menemukan sebuah metode baru yang membuktikan bahwa teori lateralisasi dan lokalisasi tidak seratus persen benar. Dalam penelitiannya pada sejumlah anak yang mengalami geger otak di wilayah California, AS, ia menemukan anak yang mengalami luka pada hemisfer kirinya mengalami kesulitan bicara. Lalu ia melakukan uji coba untuk mengganti fungsi verbal otak sebelah kanan. Hasilnya anak-anak tersebut dapat membaca kembali dan bebepa anak malah dapat membaca dengan kecepatan luar biasa dengan menggunakan otak sebelah kanan.
Menurut Diane Alexander, lambannya kecepatan membaca dan minimnya daya ingat seseorang terhadap apa yang dibacanya disebabkan karena tidak fokusnya mata pada apa yang dibaca. Langkah pertama yang harus dilakukan menurut Diane adalah dengan mengubah kebiasaan membaca dengan runtun dari samping kiri ke samping kanan halaman dengan bantuan jari tangan yang digunakan untuk mengikuti baris demi baris kalimat tersebut. Mata harus dibiasakan untuk mengikuti rute ini secara tertib. Metode ini boleh dikatakan sepenuhnya bergantung pada koordinasi mata, jari dan otak.
Melalui metode ini dapat meningkatkan kemampuan membaca yang rata-rata dapat membaca 250 kata per-menit menjadi 450 kata per-menit bahkan jika dilatih secara rutin dapat meningkat menjadi 600 kata per-menit.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ternyata kemampuan membaca tidak hanya menggunakan bagian otak sebelah kiri namun otak sebelah kanan juga berfungsi untuk melatih kemampuan membaca cepat bahkan mejadi tidak monoton dan tidak membosankan.

5. Gangguan Berbahasa
Gangguan berbahasa ini secara garis besar dapat dibagi dua. Pertama, Gangguan akibat factor medis, dan kedua akibat factor lingkungan sosial. Yang dimaksud dengan factor medis adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsi otak maupun akibat kelainan alat-alat bicara. Sedangkan yang dimaksud dengan factor lingkungan sosial adalah lingkungan kehidupan yang tidak alamiah bagi manusia, seperti tersisih atau terisolasi dari lingkungan kehidupan masyarakat manusia yang sewajarnya.
Secara medis menurut Sidharta gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas tiga golongan, yaitu:
a. Gangguan Berbicara
Berbicara merupakan aktifitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Oleh karena itu, gangguan berbicara ini dapat dikelompokkan kedalam dua kategori. Pertama, gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik; dan kedua, gangguan berbicara psikogenik.
1) Gangguan Mekanisme Berbicara
Mekanisme berbicara adalah suatu proses produksi ucapan (perkataan) oleh kegiatan terpadu dari pita suara, lidah, otot-otot yang membentuk rongga mulut serta kerongkongan, dan paru-paru. Maka gangguan berbicara berdasarkan mekanismenya ini dapat dirinci menjadi beberapa macam:
a). Gangguan Akibat Faktor Pulmonal (kelainan pada paru-paru)
Gangguan berbicara ini dialami oleh para penderita penyakit paru-paru. Para penderita penyakit paru-paru ini kekuatan bernafasnya sangat kurang, sehingga cara berbicaranya diwarnai oleh nada yang monoton, volume suara yang kecil sekali, dan terputus-putus, meskipun dari segi semantic dan sintaksis tidak ada masalah.
b). Gangguan Akibat Faktor Laringal (pita suara)
Gangguan pada pita suara menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi serak atau hilang sama sekali tapi tidak ada kelainan semantic atau sintaksis. Artinya, dilihat dari segi semantic dan sintaksis ucapannya bisa diterima.
c). Gangguan Akibat Faktor Lingual (lidah)
Lidah yang sariawan atau terluka akan terasa perih kalau digerakkan. Untuk mencegah timbulnya rasa pedih ini ketika berbicara maka gerak aktifitas lidah itu dikurangi. Dalam keadaan seperti ini maka pengucapan sejumlah fonem menjadi tidak sempurna, sehingga misalnya, kalimat “sudah barang tentu dia akan menyangkal” mungkin akan diucapkan menjadi “ hu ah ba-ang ke-ku ia a-an me-angkay”.
d). Gangguan Akibat Faktor Resonansi
Gangguan akibat faktor resonansi ini menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi tersengau. Pada orang sumbing, misalnya, suaranya manjadi tersengau (bindeng) karena rongga mulut dan rongga hidung yang digunakan untuk berkomunikasi melalui defek dilangit-langit keras (palatum), sehingga resonansi yang seharusnya menjadi terganggu.
2) Gangguan Akibat Multifaktorial
Akibat gangguan multifaktorial atau berbagai factor bisa menyebabkan terjadinya berbagai gangguan berbicara. Antara lain adalah berikut ini:
a). Berbicara Serampangan
Berbicara serampangan atau sembrono adalah berbicara dengan cepat sekali, dengan artikulasi yang rusak, ditambah dengan “menelan” sejumlah suku kata, sehingga apa yang diucapkan sukar difahami. Hal ini disebabkan kerusaan di serebelum atau bisa juga terjadi setelah terkena kelumpuhan ringan sebelah badan.
b). Berbicara Propulsif
Gangguan berbicara propulsif biasanya terdapat pada penderita penyakit Parkinson (kerusakan pada otak yang menyebabkan otot menjadi gemetar, kaku, dan lemah). Para penderita penyakit ini biasanya bermasalah dalam melakukan gerakan-gerakan. Mereka sukar sekali untuk memulai suatu gerakan. Namun, bila sudah bergerak maka ia terus-menerus tanpa henti. Gerak yang laju terus itu disebut propulsi. Pada waktu berbicara ciri khas ini akan tampak pula. Artikulasi sangat terganggu karena elastisitas otot lidah, otot wajah, dan pita suara, sebagian besar lenyap. Selain itu volume suaranya kecil, iramanya datar (monoton). Suaranya mula-mula tersendat-sendat, kemudian terus-menerus, dan akhirnya tersendat-sendat kembali. Oleh karena itu, cara berbicara seperti ini disebut propulsif.
c). Berbicara Mutis (Mutisme)
Penderita gangguan mutisme ini tidak berbicara sama sekali. Sebagian dari mereka mungkin masih dianggap membisu, yakni memang sengaja tidak mau bicara. Mutisme ini sebenarnya bukan hanya tidak dapat berkomunikasi secara verbal saja, tetapi juga tidak dapat berkomunikasi secara visual maupun isyarat, seperti dengan gerak-gerik dan sebagainya.
3) Gangguan Psikogenik
Gangguan berbicara psikogenik ini sebenarnya tidak bisa disebut sebagai suatu gangguan berbicara. Mungkin lebih tepat disebut sebagai variasi cara berbicara yang normal, tetapi merupakan ungkapan dari gangguan dibidang mental.


a). Berbicara manja
Disebut berbicara manja karena ada kesan anak (orang) yang malakuannya meminta perhatian untuk dimanja. Umpamanya, kanak-kanak yang baru terjatuh, terluka, atau mendapat kecelakaan, terdengar adanya perubahan pada cara berbicaranya. Fomem atau bunyi [s] dilafalkan sebagai bunyi [c] sehingga kalimat “Saya sakit, jadi tidak suka makan, sudah saja, ya” akan diucapkan menjadi “Caya cakit, jadi tidak cuka makan, cudah caja, ya”
b). Bebicara Kemayu
Berbicara kemayu berkaitan dengan perangai kewanitaan yang berlebihan. Jika seorang pria bersifat atau bertingkah laku kemayu jelas sekali gambaran yang dimaksudkan oleh istilah tersebut. Berbicara kemayu dicirikan oleh gerak bibr dan lidah yang menarik perhatian dan lafal yang dilakukan secara ekstra menonjol atau ekstra lemah gemulai dan ekstra mamanjang.
c). Bebicara Gagap
Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kat-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan.
d). Bebicara Latah
Latah sering disamakan dengan ekolala, yaitu perbuatan membeo, atau menirukan apa yang dikatakan orang lain; tetapi sebenarnya latah adalah suatu sindrom yang terdiri atas curah verbal repetitif yang bersifat jorok (koprolalla) dan gangguan likomotorik yang dapat dipancing.




b. Gangguan Berfikir
Dalam sosiolinguistik ada dikatakan bahwa setiap orang mempunyai kecendrungan untuk menggunakan perkataan-perkataan yang disukainya sehingga corak bahasanya adalah khas dirinya. Hal ini berarti, setiap orang memproyeksikan kepribadiannya pada gaya bahasanya. Lalu kalu di ingat bahwa ekspresi verbal merupakan pengutaraan isi pikiran, maka yang tersirat dalam gaya bahasa tentu adalah isi pikiran itu. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa ekspresi verbal yang terganggu bersumber atau disebabkan oleh pikiran yang terganggu. Gangguan ekspresi verbal sebagai akibat dari gangguan pikiran dapat berupa hal-hal berikut:
1) Pikun (Demensia)
Orang yang pikun menunjukkan banyak sekali gangguan seperti agnosia, apraksia, amnesia, perubahan kepribadian, perubahan prilaku, dan kemunduran dalam segala macam fungsi intelektual. Semua gangguan itu menyebabkan kurangnya berfikir, sehingga ekspresi verbalnya diwarnai dengan kesukaran menemukan kat-kata yang tepat. Kalimat sering kali diulang-ulang. Apa yang sudah dikatakan diulang lagi. Pembicaraan sering terputus karena arah pembicaraan tidak teringat atau tidak diketahui lagi, sehingga berpindah ketopik lain.
2) Sisofrenik
Sisofrenik adalah gangguan berbahasa akibat gangguan berpikir. Dulu pada para penderita sisofrenik kronik juga dikenal istilah schizophrenic word salad. Para penderita ini dapat mengucapkan word salad ini dengan lancar, dengan volume yang cukup, ataupun lemah sekali. Curah verbalnya penuh dengan kata-kata neologisme. Irama serta intonasinya menghasilkan curah verbal yang melodis. Seorang penderita sisofrenia dapat berbicara terus-menerus. Ocehannya hanya merupakan ulangan curah verbal semula dengan tambahan sedikit-sedikit atau dikurangi beberapa kalimat.
3) Depresif
Orang yang tertekan jiwanya memproyeksikan penderitaannya pada gaya bahasanya dan makna curah verbalnya. Volume curah verbalnya lemah lembut dan kelancarannya terputus-putus oleh interval yang cukup panjang.
c. Gangguan Berbahasa
Berbahasa, seperti sudah disebutkan di atas, berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Untuk dapat berbahasa diperlukan kemampuan mengeluarkan kata-kata. Ini berarti, daerah Broca dan Wernicke harus berfungsi dengan baik. Kerusakan pada daerah tersebut dan sekitarnya menyebabkan terjadinya gangguan bahasa yang disebut afasia, dalam hal ini Broca sendiri menamai afemia. Berikut dibicarakan jenis-jenis afasia itu.
1) Afasia Motorik
Kerusakan pada belahan otak yang dominan yang menyebabkan terjadinya afasia motorik bisa terletak pada lapisan permukaan (lesikortikal) daerah broca atau pada lapisan dibawah permukaan (lesi subkortikal) daerah broca atau juga di daerah otak antara broca dan daerah wernicke (lesi transkortikal). Afasia motorik ada 3 macam:
a). Afasia Motorik Kortikal
Tempat menyimpan sandi-sandi perkataan adalah di korteks daerah Broca. Maka apabila gudang penyimpanan itu musnah, tidak akan ada lagi perkataan yang dapat dikeluarkan. Jadi, afasia motorik kortikal berarti hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran dengan menggunakan perkataan.


b). Afasia Motorik Subkortikal
Sandi-sandi perkataan disimpan di lapisan permukaan (korteks) daerah Broca, maka apabila kerusakan terjadi pada bagian bawahnya (subkortikal)semua perkataan masih tersimpan utuh di dalam gudang. Namun, perkataan itu tidak dapat dikeluarkan karena hubungan terputus, sehingga perintah untuk mengeluarkan tidak dapat disampaikan.
c). Afasia Motorik Transkortikal
Afasia motorik transkortikal terjadi karena terganggunya hubungan antara daerah Broca dan Wernicke. Ini berarti , hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi bahasa terganggu.
2) Afasia Sensorik
Penyebab terjadinya afasia sensorik adalah akibat adanya kerusakan pada lesikortikal di daerah Wernicke pada hemisferium yang dominan. Daerah itu terletak di kawasan asosiatif antara daerah visual, daerah sensorik. Daerah motorik , dan daerah pendengaran . Kerusakan di daerah Wernicke ini menyebabkan bukan saja pengertian dari apa yang di dengar (pengertian auditorik) terganggu, tetapi juga pengertian dari apa yang dilihat (pengertian visual) ikut terganggu. Jadi, penderita afasia sensorik ini kehilangan pengertian bahasa lisan dan bahasa tulis.
d. Gangguan Lingkungan Sosial
Yang dimaksud dengan akibat factor sosial adalah terasingnya seorang anak manusia yang aspek biologis bahasanya normal dari kehidupan manusia. Keterasingan itu bisa disebabkan karena diperlakukan dengan sengaja (sebagai eksperimen) bisa juga karena hidup bukan dalam lingkungan manusia melainkan dipelihara hewan.



C. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan:
1. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan ide, pikiran dan perasaan
2. Pandangan para peneliti tentang asal usul bahasa diantaranya adalah bahasa merupakan ilham atau pemberian dari Allah, bahasa adalah peniruan terhadap suara-suara yang didengar, bahasa adala fitrah yang sudah dimiliki setiap anak sejak lahir
3. Hipotesis tentang pemerolehan bahasa adalah hipotesis nurani (pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengankecerdasan anak), tabularasa (bahasa didapat dari pengalaman) dan kesemestaan kognitif (kemampuan berbahasa berkaitan dengan kemampuan IQ)
4. Kemampuan berbahasa dikontrol oleh hemisfer otak sebelah kiri sedangkan kemampuan memvariasikan bahasa berada pada otak sebelah kanan
5. Penyebab gangguan berbahasa ini secara garis besar ada dua, yaiatu factor medis dan factor lingkungan sosial. Yang dimaksud dengan factor medis adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsi otak maupun akibat kelainan alat-alat bicara. Sedangkan yang dimaksud dengan factor lingkungan sosial adalah lingkungan kehidupan yang tidak alamiah bagi manusia, seperti tersisih atau terisolasi dari lingkungan kehidupan masyarakat manusia yang sewajarnya.
Dari pembahasan yang sudah penulis paparkan diketahui bahwa proses lahirnya bahasa merupakan masalah yang sangat kompleks karena bahsa juga berkaitan dengan otak. Sebagai pendidik hal ini sangat penting untuk kita perhatikan. Apa yang menyebabkan seorang anak tidak sanggup berbicara di hadapan teman-temannya di depan kelas bukanlah karena seorang anak yang tidak memahami apa yang akan ia katakana namun hal itu bisa disebabkan kemampuan anak yang tidak lancar dalam berbicara atau karena factor sosialnya yang kurang mendukung kecakapannya dalam menggunakan bahasa verbal.
Wa Allahu A’lamu Bi Al- Shawab